Sudah mengenal apa itu take over KPR? Sesuai namanya, take over berarti pemindahan. Jadi, take over KPR adalah pemindahan kredit pemilikan rumah, entah itu dari satu bank ke bank lainnya atau dari pemilik rumah lama ke pemilik rumah baru. Mengapa bisa begitu?

Saat mengajukan KPR rumah, Anda perlu melunasi cicilannya sepanjang tenor yang diambil. Sayangnya, tidak jarang masyarakat mengalami kendala di pertengahan sehingga tidak bisa menyelesaikan kredit tersebut. Seperti, ketidak cocokan dengan sistem bunganya atau ingin berpindah ke bank syariah. Nah solusinya adalah mengambil sistem take over kredit rumah.

Lantas, bagaimana cara take over KPR tersebut? Cek penjelasannya di sini.

Apa itu take over KPR?


Tadi telah disebutkan jika take over kredit merupakan pemindahan pembayaran cicilan maupun kepemilikan sebuah rumah karena pemilik rumah lama tidak bisa melunasi kreditnya. Contohnya adalah sebagai berikut.

Anda awalnya mengambil cicilan KPR di Bank X. Tapi di tengah masa cicilan Anda tak kuat dengan besaran bunga cicilannya. Anda lalu cari pembanding bunga yang lebih rendah, yakni Bank Z. Anda lalu ingin memindahkan KPR Anda dari Bank X ke Bank Z. Nah, inilah yang dimaksud dengan take over kredit pemilikan rumah.

Jenis-jenis take over KPR

Sebelum mulai melakukan take over kredit pemilikan rumah, pastikan Anda telah paham jenis take over mana yang hendak dipilih, apakah tak over antar bank, jual beli atau take over di bawah tangan.

1. Take over KPR antar bank

Kasus ini biasanya terjadi jika Anda ingin memindahkan KPR ke bank lain yang lebih ringan cicilannya, termasuk pada bank syariah. Umumnya take over model pertama ini bisa dilakukan jika Anda sudah mencicil minimal satu tahun.

Sebab dalam periode itu, biasanya sertifikat rumah baru saja diterbitkan. Sertifikat itulah yang dibutuhkan bank baru untuk digunakan sebagai jaminan. Take over jenis ini juga bisa Anda lakukan jika ingin pindah ke bank syariah.

Cara take over KPR model ini lebih ringkas dibanding saat pertama melakukan pengajuan kredit, dengan catatan Anda harus lancar dalam membayar cicilan. Cukup sertakan syarat administrasi umumnya. Lalu bank akan menilai profil finansial dan nilai rumah Anda sebagai jaminan.

2. Take over jual beli

Pada dasarnya ini adalah jual beli rumah yang belum melunasi kredit kepemilikan rumahnya. Misalnya, Budi ingin menjual rumah yang cicilan KPR-nya baru 5 tahun di Bank X. Karena sudah tak kuat mencicil dan tenornya masih berjalan 10 tahun lagi, Budi berniat menjual rumahnya. Kebetulan Wati ingin membeli rumah tersebut, namun dengan cara KPR juga.

Maka, yang perlu dilakukan adalah Wati harus mengetahui berapa sisa pokok pinjaman Budi pada Bank X. Misalnya sisa pokok pinjamannya adalah Rp200 juta. Maka budi bisa menjual rumah itu seharga Rp500 juta, dengan keterangan Rp200 juta untuk melunasi sisa kredit dan Rp300 juta lainnya sebagai nominal untuk pemasukan Budi (nominal yang telah dibayarkan pada 5 tahun pertama).

Wati lalu mengajukan KPR ke Bank Z. Bank Z akan menaksir berapa nilai rumah Budi dan bagaimana kemampuan bayar Wati. Jika nilai rumahnya layak menjadi jaminan dan Wati mampu mencicil KPR, maka Bank Z akan menyetujui pengajuan take over ini dan mengucurkan dananya ke Budi.

3. Take over di bawah tangan

Pada dasarnya perjanjian jual beli rumah tidak disarankan karena prosesnya hanya di depan notaris, tanpa sepengetahuan bank yang mengucurkan KPR dan menyimpan sertifikat rumah tersebut.

Jual beli di bawah tangan ini memang ada untungnya. Pembeli tinggal meneruskan cicilan KPR dari penjual alias pemilik lama. Namun jika Anda sebagai pembeli, maka posisi Anda lemah. Karena bank tak tahu adanya jual beli, dan nama dalam sertifikat rumah tersebut masih atas nama pemilik lama. Sehingga secara hukum, Anda belum berhak atas rumah tersebut walau sudah membayarnya.